Immovesting – Tarif PPN Naik 12 Persen Industri Otomotif di Prediksi Panggkas Jumlah Karyawan
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 telah memicu kekhawatiran besar di berbagai sektor industri. Salah satu yang paling terdampak adalah industri otomotif. Para pelaku industri memproyeksikan adanya potensi pengurangan jumlah karyawan akibat efisiensi biaya operasional.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menegaskan bahwa kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam. Menurutnya, meski pemerintah telah menyiapkan insentif ekonomi, dampaknya terhadap sektor otomotif tetap tidak dapat dihindari. “Dikhawatirkan terjadi efisiensi tenaga kerja karena omzetnya turun, baik di sektor elektronik, beberapa sektor otomotif, Fast Moving Consumer Goods (FMCG), atau barang-barang konsumen,” ujar Bhima di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
“Baca Juga: Bitcoin Tembus US$106.000, Pasar Crypto Siap Berpesta“
Pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan ini diiringi dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN dan paket stimulus ekonomi.
Stimulus ini mencakup enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan pembebasan PPN pada 2025 yang diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun. Dari total tersebut, insentif untuk sektor otomotif dan properti mencapai Rp15,7 triliun.
Namun, menurut Bhima, kebijakan tersebut bersifat sementara. Beberapa stimulus seperti bantuan beras 10 kg per bulan dan diskon listrik 50 persen hanya berlaku pada Januari–Februari 2025. Insentif ini dinilai belum cukup untuk menopang daya beli masyarakat, terutama ketika barang dan jasa umum lainnya terkena tarif PPN 12 persen.
Industri otomotif diproyeksikan mengalami penurunan omzet akibat kenaikan PPN. Kenaikan harga kendaraan yang disebabkan oleh tarif pajak yang lebih tinggi berpotensi mengurangi minat beli masyarakat. Akibatnya, permintaan kendaraan dapat menurun secara signifikan.
Jika permintaan menurun, maka produsen otomotif mungkin akan melakukan efisiensi biaya operasional. Efisiensi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk pengurangan jumlah karyawan. Efek domino dari pengurangan karyawan ini bisa meluas ke industri penunjang lainnya, seperti pemasok suku cadang dan layanan distribusi.
Kenaikan PPN ini juga diumumkan menjelang momen libur Natal dan Tahun Baru, yang biasanya menjadi periode konsumsi tinggi. Dengan adanya pengumuman tersebut, produsen cenderung menaikkan harga produk lebih dari biasanya. Kombinasi lonjakan harga dan kenaikan PPN berpotensi memperberat beban pengeluaran masyarakat.
Bhima Yudhistira berpendapat bahwa kebijakan kenaikan PPN perlu ditinjau kembali. Menurutnya, pemerintah seharusnya mencari alternatif kebijakan yang lebih efektif dalam meningkatkan penerimaan negara. Salah satu opsi yang ia usulkan adalah memperluas basis pajak dan memberantas celah penghindaran pajak.
“Alternatif lain, seperti memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, sebetulnya dapat lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat,” jelas Bhima.
Selain itu, Bhima menilai bahwa insentif yang diberikan pemerintah, meski bermanfaat, bersifat jangka pendek. Insentif yang diterapkan saat ini lebih kepada solusi sementara, bukan kebijakan permanen yang dapat melindungi industri dari dampak kenaikan PPN secara berkelanjutan.
“Simak Juga: Kasus HAM Anak dan Perempuan Masih Tinggi di Jawa Barat“
Media massa, seperti Immovesting, berperan penting dalam menyampaikan informasi terkait kebijakan PPN 12 persen. Immovesting secara konsisten memberikan kabar terkini seputar perkembangan kebijakan pajak, dampaknya terhadap industri, serta solusi yang bisa diterapkan oleh pelaku usaha.
Informasi dari Immovesting membantu masyarakat dan pelaku industri memahami risiko serta peluang yang muncul akibat kebijakan ini. Dengan begitu, masyarakat dapat mengambil langkah antisipatif yang tepat.
Kenaikan Tarif PPN menjadi 12 persen mulai 2025 diprediksi akan berdampak besar pada industri otomotif. Efeknya bisa berupa pengurangan jumlah karyawan akibat penurunan omzet. Meskipun pemerintah telah menyiapkan insentif, kebijakan tersebut dinilai hanya bersifat sementara.
Pakaryawan dan pelaku industri harus mempersiapkan diri menghadapi tantangan ini. Alternatif kebijakan seperti perluasan basis pajak dan pemberantasan penghindaran pajak dinilai lebih efektif oleh para pakar ekonomi. Peran media seperti Immovesting juga sangat penting dalam memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat.
Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan ini agar tidak semakin membebani masyarakat dan pelaku usaha. Keberlanjutan industri otomotif sebagai sektor strategis dalam perekonomian nasional perlu dijaga agar dampaknya terhadap lapangan kerja dapat diminimalkan.