Immovesting – Tantangan dampak ekonomi global saat ini bukan merupakan hal yang mudah. Butuh kehati-hatian dalam menyikapi dinamika ekonomi yang terjadi, agar upaya memajukan kesejahteraan umum yang diamanatkan konstitusi bisa tetap direalisasikan,” kata Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema BRICS dan Tarif Trump. Tantangan Baru Bagi Ekonomi Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar. Sebagai bentuk respon terhadap tantangan ekonomi global.
Lestari menilai keikutsertaan Indonesia dalam organisasi negara-negara BRICS—yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—merupakan langkah strategis yang dapat membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Ia berharap persatuan dan kesatuan seluruh anak bangsa menjadi kunci dalam menyikapi dampak dari gejolak ekonomi global ini. Selain itu, Lestari juga mengingatkan pentingnya pemanfaatan potensi ekonomi lokal sebagai bagian dari solusi untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada. Ia optimistis, dengan kekuatan bersama dan sinergi nasional, Indonesia dapat membangun ekosistem bisnis yang lebih baik.
Dalam diskusi tersebut, Freddy Josep Pelawi, Analis Perdagangan Ahli Madya dari Direktorat Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI, menambahkan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS diharapkan bisa mengatasi hambatan perdagangan yang selama ini terjadi dengan beberapa negara anggota. Contohnya, Indonesia masih menghadapi kendala perdagangan dengan Brasil, terutama terkait anti-dumping pada produk baja, serta penerapan bea masuk imbalan. Produk Indonesia juga menemui tantangan terkait standar kualitas ketika hendak memasuki pasar Rusia. Josep juga menyinggung peluang meningkatnya perdagangan dengan Iran, seiring adanya sanksi perdagangan terhadap negara tersebut dari beberapa negara lain. Ia menegaskan bahwa pemerintah saat ini memprioritaskan perlindungan pasar domestik sekaligus berupaya memperluas ekspor ke wilayah baru agar volume perdagangan dapat meningkat.
Baca Juga : PT Arsari Tambang Gunakan Listrik 100% Energi Terbarukan
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty. Ia memberikan pandangan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah hegemoni negara-negara G7. Menurutnya, sikap Amerika Serikat, khususnya di era Presiden Donald Trump, yang tidak menyukai keberadaan BRICS. Hal ini dianggap mengganggu dominasi AS, menjadi salah satu tantangan tersendiri. Telisa menyoroti bahwa Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada Amerika Serikat mengingat ketergantungan terhadap dolar AS masih besar. Dalam negosiasi, menurutnya, harus diperhitungkan aspek yang lebih luas, termasuk investasi, tenaga kerja, dan arus modal, bukan hanya perdagangan. Ia mengingatkan bahwa pemberian tarif nol persen untuk beberapa produk AS berpotensi menjadi preseden yang bisa diminta negara lain. Sehingga dampak tidak langsung dari kesepakatan tarif ini harus diantisipasi secara cermat. Telisa mengingatkan agar dalam bernegosiasi jangan sampai mengorbankan kedaulatan bangsa.
Riandy Laksono, peneliti dari Departemen Ekonomi CSIS, menambahkan bahwa perang tarif antara AS dan China telah berkembang menjadi usaha penataan ulang rantai pasok dunia. Ia menyatakan Indonesia harus memperluas investasi guna menghadapi tantangan tersebut. Hal ini karena AS kini tidak hanya mempersoalkan produk asal China tetapi juga keterlibatan China dalam proses produksi. Dalam konteks perang dagang ini, isu transhipment menjadi sangat penting. Contohnya, dalam perdagangan AS-Vietnam, tarif 20 persen bisa meningkat menjadi 40 persen jika produk terbukti melalui jalur transhipment. Ia menekankan perlunya definisi yang jelas dalam negosiasi perdagangan AS-Indonesia, karena banyak produk Indonesia masih menggunakan bahan baku impor yang lebih kompetitif.
Di sisi industri, Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Kabupaten Jepara, Hidayat Hendra Sasmita, menyatakan optimisme. Ia melaporkan bahwa industri furnitur Jepara pada triwulan pertama 2025 menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 9,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun sempat terdampak perang Rusia-Ukraina yang menurunkan pasar hingga 30-40 persen, industri furnitur lokal mampu beradaptasi. Penetapan tarif yang sempat tidak pasti oleh AS juga sempat menekan ekspor furnitur hingga 50 persen. Namun para pelaku usaha tetap optimis bisa bangkit.
Dosen Psikologi Universitas Pancasila, Silverius Y. Soeharso, menyampaikan bahwa perang dagang yang dipicu oleh tarif AS bukan hanya persoalan ekonomi. Melainkan juga perang psikologis yang dimainkan oleh Presiden Trump. Ia menegaskan agar Indonesia tidak panik dan kehilangan kendali menghadapi situasi ini. Selain itu, ia melihat potensi besar di BRICS dan Australia sebagai peluang ekspor yang dapat dimanfaatkan. Silverius juga mendorong pengembangan sumber daya manusia Indonesia agar mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai negara, mengingat China dan India telah menerapkan kebijakan penempatan tenaga kerja ke industri di seluruh dunia.
Wartawan senior, Saur Hutabarat, memproyeksikan bahwa peluang besar dari BRICS akan benar-benar terlihat pada 2045 saat perekonomian negara anggota BRICS melebihi negara-negara G7. Saat ini, Indonesia tengah merintis berbagai langkah dalam rangka menyambut peluang tersebut, selaras dengan visi Indonesia Emas pada tahun 2045. Saur mengingatkan bahwa masa pemerintahan Trump tinggal sekitar tiga setengah tahun dan kemungkinan besar kebijakan keras Trump tidak akan dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Oleh karena itu, Indonesia sebaiknya tidak terlalu reaktif dan membuang energi berlebihan dalam merespons kebijakan Trump saat ini. Ia menekankan pentingnya membangun ekosistem bisnis dan investasi yang kokoh di dalam negeri, termasuk memastikan kepastian hukum yang jelas agar investor merasa nyaman dan pengusaha mau berinvestasi serta membangun usaha di Indonesia.
Dengan berbagai pendapat dari para pakar dan praktisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan ekonomi global memerlukan kehati-hatian, strategi matang, dan sinergi seluruh elemen bangsa. Indonesia harus memanfaatkan keanggotaan BRICS, menjaga kedaulatan ekonomi, memperkuat investasi, dan memperhatikan aspek psikologis dalam bernegosiasi agar dapat tumbuh dan berkembang di tengah dinamika ekonomi dunia.
Simak Juga : Berikut Daftar Smartphone yang Tidak Dapat Updatean Terbaru dari Android 16