Immovesting – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali usulan wacana tax amnesty atau pengampunan pajak. Usulan ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 melalui Badan Legislasi (Baleg) dan didukung oleh Komisi XI DPR RI. Tujuannya, sama seperti sebelumnya, yaitu memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang belum patuh untuk mendeklarasikan dan melaporkan harta mereka.
Meskipun terdengar menjanjikan dari sisi penerimaan negara jangka pendek, usulan tax amnesty ini langsung menuai pro dan kontra. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, menolak keras ide tersebut. Menurutnya, pemberian pengampunan pajak berulang kali justru menciptakan moral hazard yang berbahaya bagi sistem perpajakan Indonesia.
Purbaya menilai tax amnesty yang dilakukan secara berulang tidak lagi memiliki makna strategis. Ia menegaskan bahwa kebijakan seperti itu akan membuat wajib pajak cenderung menunda atau bahkan menghindari kewajiban mereka. Hal ini karena mereka merasa akan selalu ada kesempatan pemutihan di masa depan. Dengan demikian, tax amnesty malah menjadi “insentif” untuk wajib pajak yang tidak jujur.
Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa kredibilitas kebijakan fiskal akan terganggu jika tax amnesty dijadikan solusi instan. Alih-alih membangun budaya patuh, pemerintah justru akan dianggap memberi toleransi terhadap pelanggaran. Purbaya menekankan bahwa pemerintah harus fokus pada penguatan basis pajak, penegakan hukum, serta perbaikan regulasi, bukan membuka peluang tax amnesty baru yang merugikan kepatuhan jangka panjang.
Baca Juga : SPBU Swasta Impor BBM Melalui Pertamina untuk Jaga Pasokan, Ini Dampaknya bagi Konsumen
Meski dapat memberikan pemasukan sesaat, Usulan tax amnesty berulang bisa membawa sejumlah konsekuensi buruk bagi sistem perpajakan. Beberapa risiko yang disorot pemerintah antara lain:
Daftar ini menunjukkan bahwa manfaat jangka pendek dari tax amnesty tidak sebanding dengan risiko besar terhadap kredibilitas sistem pajak dan kepatuhan masyarakat.
Menkeu Purbaya menegaskan bahwa ada banyak cara lain untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus kembali pada skema tax amnesty. Pertama, penguatan penegakan hukum pajak harus menjadi prioritas utama. Dengan sanksi tegas terhadap pelanggar, efek jera bisa tercipta dan kepatuhan meningkat.
Kedua, pemerintah bisa memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi dan digitalisasi sistem. Dengan cara ini, jumlah wajib pajak bertambah dan proses pembayaran lebih transparan. Ketiga, regulasi perpajakan yang ada perlu terus disempurnakan agar lebih adil, jelas, dan tidak memberi celah penyalahgunaan. Semua langkah ini dianggap lebih sehat dibanding mengandalkan tax amnesty yang sifatnya sementara.
Penolakan Purbaya terhadap tax amnesty mendapat perhatian luas. Di satu sisi, sebagian anggota DPR berpendapat bahwa pengampunan pajak bisa kembali menjadi instrumen efektif untuk menambah kas negara dalam waktu singkat. Namun di sisi lain, banyak ekonom dan pakar perpajakan sejalan dengan pandangan pemerintah bahwa tax amnesty berulang justru menciptakan masalah baru.
Bagi publik, perdebatan ini memperlihatkan adanya dilema antara kebutuhan penerimaan negara yang mendesak dengan pentingnya menjaga kepatuhan pajak jangka panjang. Transparansi dan konsistensi kebijakan dianggap menjadi kunci agar sistem perpajakan tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Simak Juga : ChromeOS 140 Dirilis, Gemini Belum Bisa Dinikmati
Diskusi mengenai tax amnesty pada akhirnya membuka refleksi lebih luas tentang kondisi perpajakan Indonesia. Rasio pajak Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain di kawasan. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi menyeluruh, baik dari sisi administrasi, penegakan hukum, maupun literasi pajak masyarakat.
Dengan menolak tax amnesty jilid baru, pemerintah ingin mengirim pesan bahwa kepatuhan pajak adalah kewajiban yang tidak bisa dinegosiasikan. Kebijakan fiskal yang kuat dan konsisten diharapkan bisa menjadi pondasi untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus mengorbankan kredibilitas sistem.
Artikel tentang Usulan Tax Amnesty ditulis ulang oleh : Rahma Azhari | Editor : Micheal Halim
Sumber Informasi : Suara.com