Immovesting – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan bahwa Indonesia perlu mengambil langkah berani untuk menekan emisi karbon. Menurutnya, hal ini hanya dapat tercapai jika pemerintah berani keluar dari zona nyaman dan didukung oleh kebijakan yang tepat sasaran.
Ia menjelaskan, sektor ketenagalistrikan menjadi penyumbang terbesar emisi karbon nasional, yakni sekitar 43 persen dari total emisi. Posisi berikutnya diisi oleh sektor transportasi sebesar 25 persen, serta sektor industri yang menyumbang 23 persen. Sisanya, sekitar 9 persen, berasal dari bangunan, energi untuk keperluan pribadi, dan sektor pertanian.
Melihat komposisi tersebut, AHY menilai kebijakan yang tepat adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, baik untuk pembangkit listrik, transportasi, maupun industri. Ia menyebut ini sebagai pekerjaan rumah besar bagi bangsa.
AHY menekankan pentingnya keberanian dan inovasi untuk menjawab tantangan tersebut. Menurutnya, Indonesia dihadapkan pada dilema antara mengejar pertumbuhan ekonomi dan menjaga kelestarian lingkungan. Di satu sisi, banyak masyarakat yang masih membutuhkan bantuan dan harus dibebaskan dari kemiskinan. Namun di sisi lain, upaya melindungi alam dan bumi tidak dapat ditunda hingga negara mencapai kemakmuran.
Baca Juga : Superyacht Mewah Rusia Dilelang dan Tarif Tambahan AS ke India
Ia menegaskan, perlindungan lingkungan harus dilakukan sejak sekarang. Keputusan-keputusan penting harus diambil meski penuh tantangan, agar pertumbuhan ekonomi tetap sejalan dengan keberlanjutan lingkungan.
AHY juga menyoroti pentingnya dukungan dari berbagai pihak dalam upaya penurunan emisi karbon. Menurutnya, kerja sama seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan, termasuk kerja sama dengan negara lain. Ia menilai Indonesia memiliki potensi besar dalam kontribusi pengurangan emisi karbon di tingkat global.
Meski demikian, AHY mengingatkan bahwa tidak adil jika beban penanggulangan pemanasan global sepenuhnya dibebankan kepada negara berkembang. Sebab, sebagian besar kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini merupakan dampak dari industrialisasi negara maju yang telah lebih dahulu menikmati kemakmuran. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tetap memiliki hak untuk mengejar ketertinggalan ekonominya.
Oleh karena itu, AHY menegaskan perlunya dukungan nyata dan kemitraan yang sejajar antara negara maju dan berkembang. Kerja sama internasional harus memastikan bahwa komitmen terhadap penanggulangan perubahan iklim selaras dengan kebutuhan pembangunan negara berkembang.
Dalam kesempatan yang sama, AHY mengingatkan tentang ancaman krisis iklim yang semakin nyata. Ia menyebut puluhan juta masyarakat pesisir di Indonesia rentan terdampak akibat kenaikan permukaan laut, yang tercatat sekitar 0,8 hingga 1,2 sentimeter per tahun. Selain itu, terdapat 1.800 kilometer garis pantai yang dikategorikan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Data global juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Bencana alam akibat krisis iklim meningkat hingga 134 persen sejak tahun 2000. Setiap tahunnya, sekitar 2,4 miliar pekerja terdampak pemanasan global, sementara sekitar 151 juta orang mengalami krisis pangan.
Di Indonesia, risiko tersebut diperparah oleh peningkatan suhu sebesar 0,45 hingga 0,75 derajat Celsius dan potensi gelombang tinggi yang mengancam wilayah pesisir. Kondisi ini berpotensi mengganggu kehidupan di ribuan pulau yang menjadi bagian dari wilayah Indonesia.
AHY menegaskan, 17 ribu pulau yang dimiliki Indonesia harus dilindungi dari ancaman krisis iklim. Puluhan juta masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir membutuhkan perlindungan yang nyata agar tidak menjadi korban dampak perubahan iklim.
Menurutnya, tugas menjaga lingkungan dan mengantisipasi dampak krisis iklim bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Seluruh elemen masyarakat harus terlibat, mulai dari sektor swasta, akademisi, media, hingga organisasi masyarakat sipil. Semua pihak yang mencintai bumi diharapkan dapat berkontribusi demi keberlangsungan hidup Indonesia di masa depan.
AHY menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim hanya dapat tercapai melalui kolaborasi. Kesadaran kolektif dan aksi bersama menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.