Immovesting – Wakil Menteri Pertanian, Wamen Sudaryono membagikan kisah menarik tentang pengalamannya menerima puluhan ribu pesan WhatsApp secara tiba-tiba. Ia menyebutkan bahwa pesan tersebut berasal dari para petani di berbagai daerah yang menyampaikan beragam keluhan terkait kondisi sektor pertanian di Indonesia.
Kejadian itu bermula saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke salah satu daerah dan berdialog langsung dengan para petani. Dalam kesempatan tersebut, Sudaryono merasa perlu membuka saluran komunikasi yang lebih langsung agar para petani bisa menyampaikan permasalahannya secara personal. Maka, ia memutuskan untuk memberikan nomor ponsel pribadinya kepada sekitar 200 hingga 300 petani yang hadir.
Sudaryono mengira bahwa hanya ratusan pesan yang akan masuk ke nomor pribadinya. Namun tanpa diduga, seseorang merekam momen tersebut dan mengunggahnya ke platform media sosial TikTok. Video itu kemudian viral dan menarik perhatian jutaan penonton. Akibatnya, nomor WhatsApp milik Sudaryono dibanjiri pesan dari sekitar 30 ribu orang dalam waktu singkat.
Baca Juga : Tantangan Ekonomi: Optimisme Masyarakat Yang Ketidakpastian
Mayoritas pesan yang masuk berisi keluhan dan curahan hati para petani dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan kesulitan yang mereka alami di lapangan, mulai dari masalah bibit hingga harga hasil panen.
Setelah menerima ribuan pesan tersebut, Sudaryono mengamati adanya pola keluhan yang cukup umum di kalangan petani. Salah satu yang paling banyak disampaikan adalah soal ketersediaan bibit yang berkualitas dan sesuai standar. Menanggapi hal ini, pemerintah telah menggandeng berbagai institusi pendidikan tinggi, termasuk Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk memproduksi bibit unggul yang bisa disalurkan kepada petani.
Keluhan lain yang kerap disampaikan adalah soal pasokan air dan sistem irigasi. Banyak petani mengalami kendala dalam mendapatkan akses air yang memadai untuk lahan pertanian mereka. Sudaryono menjelaskan bahwa pemerintah telah merespons kebutuhan ini dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 12 triliun guna memperbaiki 83 ribu titik irigasi pertanian. Bahkan, disiapkan dana cadangan sebesar Rp 10 triliun tambahan apabila dibutuhkan, mengingat pentingnya peran irigasi dalam mendukung produksi pertanian nasional.
Selain itu, para petani juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Pemerintah pun telah menyederhanakan sistem alokasi pupuk subsidi dan pada tahun 2025 ini telah mengalokasikan sebanyak 9,5 juta ton pupuk untuk petani di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan agar distribusi pupuk menjadi lebih tepat sasaran dan bisa menjangkau petani kecil.
Masalah terakhir yang banyak dikeluhkan adalah soal harga hasil panen yang kerap tidak stabil dan cenderung rendah. Harga gabah yang anjlok pascapanen sering kali merugikan petani karena mereka tidak mendapat keuntungan layak dari hasil kerjanya. Menanggapi hal ini, Sudaryono menegaskan bahwa pemerintah menetapkan harga serapan gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram. Harga ini dimaksudkan sebagai acuan agar petani tidak dirugikan saat menjual hasil panennya.
Sudaryono juga menjelaskan bahwa selama pedagang swasta membeli gabah di atas atau sama dengan harga acuan tersebut, maka Bulog tidak wajib melakukan pembelian. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga dan memastikan bahwa petani tetap mendapatkan pendapatan yang layak dari hasil kerja mereka di lapangan.
Pengalaman Sudaryono ini memperlihatkan tingginya antusiasme petani dalam menyampaikan aspirasi serta pentingnya komunikasi langsung antara pemerintah dan pelaku sektor pertanian. Meski dibanjiri puluhan ribu pesan, ia mengaku tetap membuka diri untuk mendengarkan dan merespons setiap masukan sebagai bagian dari tanggung jawabnya dalam membenahi sektor pertanian nasional.
Simak Juga : 7 Tips SEO yang Jarang Diketahui untuk Bikin Website Melesat di Halaman Pertama