Immovesting – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 diperkirakan tidak akan mencapai 10,5 persen seperti yang dituntut sejumlah kelompok buruh. Tuntutan tersebut dianggap sulit diwujudkan jika melihat kondisi perekonomian saat ini.
Kelompok buruh sebelumnya menegaskan agar kenaikan UMP 2026 bisa mencapai kisaran 8,5 hingga 10,5 persen. Namun, sejumlah pakar ekonomi menilai angka tersebut terlalu tinggi dan tidak realistis. Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, permintaan kenaikan upah tersebut belum didukung oleh perhitungan yang tepat.
Faisal menjelaskan, kenaikan UMP idealnya dihitung berdasarkan kombinasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan menggunakan metode ini, kenaikan UMP 2026 seharusnya berada di kisaran 7 persen. Angka ini bisa lebih rendah jika perhitungan menggunakan metode baru yang diterapkan pemerintah. Ia menambahkan, kenaikan upah tidak hanya soal angka, tetapi juga mempertimbangkan kondisi industri yang sedang berjalan.
Lebih lanjut, Faisal mencontohkan perhitungan kenaikan UMP 2025 yang ditetapkan sebesar 6,5 persen. Rumusannya sederhana, yakni menambahkan persentase kenaikan terhadap UMP tahun sebelumnya. Namun, ia menekankan bahwa keputusan kenaikan upah harus melihat kesiapan industri agar tidak menimbulkan masalah serius.
Salah satu perhatian utama adalah mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Berdasarkan pengalaman kenaikan upah di beberapa sektor, Faisal menegaskan bahwa terlalu tinggi menetapkan persentase kenaikan bisa membebani industri. Jika beban industri terlalu berat, akibatnya bisa kembali pada pekerja melalui pengurangan tenaga kerja.
“Peningkatan upah memang penting untuk menjaga daya beli pekerja, namun hal ini harus seimbang dengan kemampuan industri. Jangan sampai tuntutan upah yang terlalu tinggi justru merugikan pekerja sendiri,” ujar Faisal. Ia menambahkan, meski daya beli pekerja menjadi perhatian, pemerintah juga harus memastikan industri tetap stabil agar perekonomian tidak terganggu.
Sejalan dengan pandangan Faisal, Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, menilai tuntutan kenaikan UMP 2026 tidak realistis. Ia memperkirakan kenaikan upah minimum tahun depan tidak akan lebih tinggi dari kenaikan UMP tahun 2025 yang sebesar 6,5 persen. Menurut Aloysius, tuntutan buruh yang lebih tinggi dari itu tidak sesuai dengan kondisi perekonomian nasional yang masih menghadapi tantangan.
Aloysius menjelaskan bahwa kondisi ekonomi saat ini belum sepenuhnya membaik. Beberapa sektor industri masih berjuang pulih setelah menghadapi tekanan akibat pandemi dan perubahan global. Dengan situasi seperti ini, menetapkan kenaikan upah yang terlalu tinggi berpotensi membebani perusahaan, yang pada akhirnya bisa merugikan pekerja.
Kebijakan UMP di Indonesia selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Dalam aturan ini, pemerintah memiliki formula perhitungan yang menggabungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar kenaikan upah. Hal ini bertujuan agar kenaikan UMP tidak hanya bersifat simbolis, tetapi tetap realistis dan sejalan dengan kapasitas industri.
Berdasarkan pengalaman kenaikan upah sebelumnya, pemerintah selalu menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan pekerja dan kemampuan perusahaan. Jika keseimbangan ini terjaga, daya beli pekerja dapat meningkat tanpa mengganggu keberlangsungan industri. Namun, jika kenaikan upah terlalu tinggi, risiko PHK dan tekanan pada perusahaan akan meningkat.
Sejumlah aksi buruh menuntut kenaikan upah memang kerap muncul setiap tahun. Salah satunya terjadi pada tahun 2020, ketika ribuan buruh dari berbagai serikat melakukan demonstrasi menolak omnibus law dan menuntut kenaikan upah. Namun, pemerintah tetap berpegang pada formula yang telah ditetapkan agar kenaikan UMP tetap proporsional dan tidak membebani industri.
Secara keseluruhan, prediksi kenaikan UMP 2026 mengindikasikan bahwa angka kenaikan akan lebih konservatif dibanding tuntutan buruh. Pakar menilai angka realistis berkisar sama dengan UMP 2025, yaitu 6,5 persen. Pendekatan ini diambil agar industri tetap stabil, pekerja tidak kehilangan pekerjaan, dan daya beli masyarakat tetap terjaga.
Dengan demikian, meski tuntutan buruh mencapai 10,5 persen, pemerintah kemungkinan besar akan menetapkan kenaikan UMP 2026 sesuai dengan formula pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta mempertimbangkan kemampuan industri agar tidak menimbulkan risiko sosial maupun ekonomi yang lebih besar.
Simak Juga : Bopeng Jerawat: Penjelasan dan Cara Mengatasinya