Immovesting – Awal pekan perdagangan Bursa Efek Indonesia ditandai dengan pelemahan signifikan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi sebesar 1,28 persen ke level 7.766,84. Penurunan ini banyak dikaitkan dengan sentimen politik setelah Presiden Prabowo melakukan reshuffle kabinet dengan mengganti Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dengan Purbaya Yudhi Sadewa. Pasar merespons perubahan ini dengan aksi jual, yang membuat sektor keuangan dan sebagian besar saham unggulan mengalami tekanan. Meskipun begitu, fenomena unik terjadi pada saham emiten rokok yang justru bergerak berlawanan arah dengan IHSG.
Ketika mayoritas saham bergerak melemah, saham-saham dari sektor rokok justru melonjak signifikan. Misalnya, saham HMSP tercatat naik hingga 17,76 persen, diikuti GGRM yang menguat 12,50 persen. Sementara WIIM berhasil naik 16,35 persen dan ITIC meningkat 11,61 persen. Kenaikan ini kontras dengan tren umum pasar, seolah menunjukkan bahwa sektor rokok memiliki katalis tersendiri.
Kenaikan harga saham tersebut tidak hanya dipicu oleh faktor teknikal. Tetapi juga ekspektasi investor terhadap arah kebijakan baru di bawah Menteri Keuangan pengganti. Banyak pihak berasumsi bahwa Purbaya akan lebih longgar dalam mengatur kebijakan cukai dibandingkan pendahulunya, sehingga mendorong optimisme terhadap prospek industri tembakau.
Baca Juga : Utang Paylater di Indonesia Capai Rp 24,05 Triliun, OJK Ingatkan Risiko yang Mengintai
Menurut sejumlah analis, ada beberapa faktor utama yang memicu lonjakan harga saham emiten rokok meski IHSG melemah. Salah satu yang paling dominan adalah adanya harapan perubahan kebijakan fiskal, terutama terkait dengan kenaikan tarif cukai yang selama beberapa tahun terakhir cukup membebani industri.
Selama kepemimpinan Sri Mulyani, cukai rokok naik dengan rata-rata signifikan. Hal itu menekan margin keuntungan produsen rokok dan menurunkan daya beli konsumen. Dengan pergantian Menteri Keuangan, investor memperkirakan adanya peluang relaksasi dalam penentuan tarif cukai di masa depan. Ekspektasi inilah yang kemudian membuat saham-saham sektor ini menjadi incaran di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.
Berikut adalah rincian pergerakan saham emiten rokok pada saat IHSG mengalami pelemahan:
Pergerakan saham-saham tersebut menegaskan bahwa sentimen sektor tertentu dapat bergerak berbeda dari arah pasar secara umum, terutama ketika ada isu kebijakan yang berpotensi mengubah prospek industri.
Meski sektor rokok sedang berada dalam sorotan positif, analis mengingatkan bahwa ada beberapa risiko yang tetap harus diperhatikan investor. Salah satunya adalah potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal yang bisa mengurangi pangsa pasar produsen resmi. Selain itu, meski ada harapan perubahan kebijakan cukai, belum ada kepastian resmi dari pemerintah mengenai arah kebijakan fiskal tersebut.
Bagi investor jangka panjang, peluang kenaikan saham rokok memang menarik, tetapi tetap harus dibarengi dengan analisis menyeluruh terhadap kondisi fundamental perusahaan dan kebijakan pemerintah. Lonjakan harga Saham Rokok yang terjadi secara tiba-tiba berpotensi diikuti oleh aksi ambil untung dalam jangka pendek. Oleh karena itu, keseimbangan antara optimisme dan kewaspadaan menjadi hal penting dalam menentukan strategi investasi.
Simak Juga : Revisi Data Tenaga Kerja AS: Sinyal Awal Pelemahan Ekonomi Amerika
Alih-alih ditutup dengan kesimpulan, menarik untuk melihat masa depan sektor rokok dalam dinamika pasar modal Indonesia. Dengan basis konsumen yang masih besar dan posisi kuat di pasar domestik, emiten rokok memiliki daya tahan tersendiri. Namun, keberlanjutan performa sahamnya akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan cukai, tingkat persaingan industri, serta kemampuan perusahaan beradaptasi terhadap isu kesehatan dan regulasi global.
Investor kini menunggu langkah nyata dari Menteri Keuangan baru serta bagaimana pemerintah menyeimbangkan kebutuhan penerimaan negara dengan dukungan terhadap industri padat karya seperti rokok. Jika faktor-faktor tersebut dikelola dengan baik, sektor ini bisa menjadi salah satu penopang stabilitas pasar di tengah gejolak politik dan ekonomi.