Immovesting – Perdagangan sesi I pada Selasa, 23 September 2025, ditandai dengan lonjakan signifikan pada saham BUMI. Emiten batubara terbesar di Indonesia, PT Bumi Resources Tbk, berhasil mencatat kenaikan 12,40 persen dan ditutup di level Rp136 per lembar. Angka ini melonjak dibandingkan posisi pembukaan di Rp123. Momentum ini terjadi bersamaan dengan kinerja positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sukses menembus rekor baru pada sesi yang sama.
Pergerakan intraday saham BUMI menunjukkan dinamika yang cukup tinggi. Harga sempat mencapai titik Rp142 di level tertinggi sebelum akhirnya terkoreksi ke Rp136. Adapun posisi terendah sempat menyentuh Rp123. Tingginya minat beli terlihat jelas dari frekuensi perdagangan yang mencapai lebih dari 95 ribu kali, volume mencapai 107 juta lembar saham, dengan nilai transaksi sekitar Rp1,4 triliun. Kapitalisasi pasar BUMI pun melonjak hingga Rp50,50 triliun, menandakan besarnya kontribusi emiten ini terhadap pasar modal domestik.
Tidak hanya saham BUMI, IHSG juga memperlihatkan performa mengesankan. Pada akhir sesi pertama, IHSG ditutup di level 8.081,53, menguat 0,52 persen. Sepanjang sesi, indeks sempat bergerak di rentang 8.039,94 hingga 8.088,79, menandai pencapaian tertinggi baru. Indeks LQ45 yang menjadi barometer saham unggulan juga menguat 0,25 persen ke posisi 805,90.
Komposisi pergerakan saham di bursa mendukung penguatan indeks. Data mencatat ada 385 saham yang menguat, 260 saham melemah, dan 158 saham stagnan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pasar secara umum berada dalam sentimen positif. Lonjakan saham BUMI turut menjadi faktor penting yang menopang psikologis investor dalam menjaga optimisme di tengah gejolak global.
Baca Juga : Rupiah Terjun Bebas ke Rp 16.634 per Dolar AS Akibat Tekanan Domestik dan Global
Sejumlah faktor diyakini mendorong lonjakan harga saham BUMI pada perdagangan sesi I. Beberapa di antaranya adalah:
Kenaikan saham BUMI tentu membawa euforia, namun investor juga perlu mencermati risiko yang menyertainya. Salah satu risiko utama adalah volatilitas harga yang cukup tinggi. Setelah mengalami kenaikan tajam, saham kerap menjadi target aksi ambil untung sehingga potensi koreksi bisa terjadi kapan saja. Investor yang masuk di level tinggi perlu memperhitungkan strategi keluar agar tidak menanggung kerugian.
Selain itu, faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah terkait energi dan batubara, tren transisi ke energi baru terbarukan, serta fluktuasi harga komoditas global dapat memengaruhi pergerakan saham BUMl. Sektor batubara yang menjadi tulang punggung perusahaan masih rentan terhadap perubahan kebijakan dan isu lingkungan. Karena itu, analisis fundamental tetap diperlukan untuk menilai prospek jangka panjang, bukan hanya sekadar mengandalkan pergerakan teknikal.
Simak Juga : Cegah Penyakit Jantung Sejak Dini dengan Gaya Hidup Sehat
Lonjakan saham BUMI saat IHSG menembus rekor baru memperlihatkan potensi besar emiten ini untuk terus menjadi sorotan pasar. Kapitalisasi pasar yang besar dan tingkat likuiditas tinggi menjadikan BUMI salah satu pilihan utama investor. Namun, prospek jangka panjang tetap bergantung pada kinerja keuangan, efisiensi operasional, serta adaptasi perusahaan terhadap tantangan industri energi global.
Ke depan, investor disarankan untuk memantau laporan keuangan BUMI secara berkala, memperhatikan kebijakan pemerintah, serta mengikuti tren harga komoditas. Dengan strategi yang tepat, saham BUMI bisa menjadi instrumen menarik bagi portofolio, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, meski risiko yang melekat tidak bisa diabaikan.
Artikel tentang Saham BUMI ditulis ulang oleh : Sarah Azhari | Editor : Micheal Halim
Sumber Informasi : Liputan6.com