Immovesting – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat bahwa penyaluran pinjaman oleh pinjol ilegal mencapai angka yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pinjaman yang disalurkan oleh platform resmi. Diperkirakan jumlah pinjaman dari pinjol ilegal mencapai Rp 230 hingga Rp 260 triliun, yang berarti lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan penyaluran oleh pinjol resmi atau yang dikenal dengan pinjaman daring (pindar).
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menyampaikan bahwa anggota asosiasi memberikan fasilitas pinjaman sekitar Rp 80 triliun. Namun, jumlah ini masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan total pinjaman yang disalurkan oleh pinjol ilegal. Menurutnya, meskipun outstanding pinjaman ilegal pernah sangat besar, saat ini mulai menunjukkan penurunan. Meski demikian, besarnya jumlah pinjaman ilegal ini menjadi perhatian serius karena berpotensi menimbulkan risiko bagi masyarakat yang menggunakan layanan tersebut.
Entjik berharap agar nasabah yang selama ini memanfaatkan layanan pinjol ilegal dapat beralih ke platform pinjol resmi. Yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mengakui bahwa sudah ada perpindahan nasabah dari pinjol ilegal ke platform resmi. Meskipun tantangan terbesar terletak pada tingkat literasi keuangan masyarakat. Banyak dari mereka yang belum memahami perbedaan antara pinjol ilegal dan resmi serta risiko yang menyertainya. Literasi keuangan yang rendah membuat sebagian masyarakat mudah terjerumus pada layanan ilegal. Yang seringkali tidak transparan dan memiliki praktik yang merugikan.
Baca Juga : Transisi Energi Bersih: Tantangan dan Peluang Indonesia
Dalam konteks pinjaman daring, penting untuk memahami legalitas serta aturan yang berlaku agar masyarakat dapat memilih produk yang aman dan terpercaya. Entjik menegaskan bahwa tidak semua nasabah pinjol ilegal buruk, ada juga yang memiliki prospek baik. Akan tetapi masalah utama adalah ketidaktahuan mereka sehingga terjebak pada pinjol ilegal. Oleh karena itu, AFPI menginginkan agar masyarakat pindah ke jalur yang benar demi keamanan dan perlindungan hak mereka.
Selain itu, AFPI juga mengusulkan agar Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang kini dikenal dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Segera mengambil tindakan tegas dalam memblokir aplikasi pinjol ilegal. Menurut Entjik, proses pemblokiran yang terlalu lama memberikan ruang bagi pinjol ilegal untuk terus mengeksploitasi masyarakat. Ia menyarankan agar Komdigi tidak perlu melalui prosedur formal yang panjang dan segera menurunkan aplikasi ilegal tersebut demi mengurangi jumlah korban.
Entjik juga mengapresiasi tim patroli dari Komdigi yang secara intensif mengawasi keberadaan aplikasi pinjol ilegal. Namun, ia menyoroti bahwa para pelaku pinjol ilegal sering kali menggunakan trik dengan merilis aplikasi baru setiap kali aplikasi lama diblokir. Hal ini membuat upaya pemblokiran menjadi tidak efektif jika tidak dilakukan secara cepat dan menyeluruh. Oleh sebab itu, ia meminta agar Komdigi lebih sigap dalam menindak aplikasi baru yang diduga ilegal agar tidak semakin menyebar dan merugikan masyarakat.
Selain penanganan dari sisi pemblokiran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terus menerima laporan pengaduan masyarakat terkait pinjol ilegal. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan OJK, Hasan Fawzi. Ia menyampaikan bahwa sejak awal tahun hingga Mei 2025, OJK telah menerima lebih dari lima ribu pengaduan terkait entitas ilegal. Sebagian besar pengaduan tersebut, yaitu sekitar 4.344 laporan, berkaitan dengan pinjol ilegal, sementara sisanya terkait investasi ilegal.
OJK juga mencatat bahwa dalam periode tersebut terdapat lebih dari 170 ribu permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK). Termasuk ribuan pengaduan yang menjadi bukti adanya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dari praktik keuangan ilegal. Angka ini menggambarkan bahwa fenomena pinjol ilegal masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani bersama oleh pemerintah, regulator, dan pelaku industri fintech yang resmi.
Secara keseluruhan, fenomena pinjol ilegal yang mampu menyalurkan pembiayaan jauh lebih besar daripada pinjol resmi menunjukkan urgensi untuk meningkatkan literasi keuangan dan memperketat pengawasan. Upaya bersama antara AFPI, OJK, Komdigi, dan pihak terkait diharapkan dapat mengurangi praktik ilegal dan mengarahkan masyarakat pada layanan keuangan digital yang lebih aman dan terpercaya. Langkah cepat dan tegas dalam pemblokiran aplikasi ilegal serta edukasi keuangan kepada masyarakat menjadi kunci utama dalam meminimalisasi dampak negatif dari pinjaman online ilegal di Indonesia.