Immovesting – Di tengah ketidakpastian geopolitik dan volatilitas pasar keuangan internasional, Bank Sentral China kembali membuat langkah signifikan. Selama tujuh bulan berturut-turut, People’s Bank of China (PBoC) terus menambah cadangan emas nasional menunjukkan strategi yang jelas untuk memperkuat struktur moneter negara tersebut.
Data terbaru per akhir Mei 2025 mencatat bahwa cadangan emas China kini mencapai 73,83 juta troy ounce, naik dari 73,77 juta pada April. Jika dikonversi, total tersebut setara dengan lebih dari 2.297 ton emas murni. Lonjakan ini memang tidak drastis secara kuantitas, namun menunjukkan pola akumulasi yang konsisten sebuah sinyal strategis yang tidak bisa diabaikan oleh pasar global.
China selama ini dikenal memiliki cadangan devisa terbesar di dunia. Sebagian besar dalam bentuk obligasi pemerintah AS dan aset berbasis dolar. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan politik dan ekonomi antara Washington dan Beijing membuat banyak analis mencatat perubahan sikap China terhadap kepemilikan dolar.
Dalam konteks itu, pembelian emas bukan sekadar investasi, melainkan langkah diversifikasi aset cadangan negara. Emas, sebagai instrumen yang tahan terhadap inflasi dan ketegangan geopolitik. Hal ini menjadi pilihan aman yang tidak terikat langsung pada satu yurisdiksi atau mata uang tertentu.
Dengan memperbesar porsi emas, Bank Sentral China secara perlahan mengurangi ketergantungan pada dolar. Serta meningkatkan kemandirian finansial terutama di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dari luar negeri.
Baca Juga : Tips Penting Sebelum Membeli Furniture untuk Rumah Baru
China bukan satu-satunya negara yang mengambil langkah ini. Menurut laporan World Gold Council, tahun 2025 menjadi tahun keempat berturut-turut di mana pembelian emas oleh bank sentral global melampaui angka 1.000 ton.
Negara-negara berkembang hingga maju berlomba-lomba mengamankan cadangan emas sebagai pelindung terhadap ketidakpastian nilai tukar, lonjakan inflasi, dan gejolak geopolitik. Di sisi lain, harga emas dunia terus bergerak naik, menembus level tertinggi sepanjang masa di kisaran USD 3.500 per troy ounce pada April lalu.
Langkah China memperlihatkan bahwa emas tetap memiliki peran sentral dalam strategi moneter jangka panjang. Meskipun dunia mulai dipenuhi oleh teknologi keuangan dan mata uang digital.
Langkah akumulasi emas oleh PBoC juga berdampak pada dinamika mata uang yuan. Dengan membatasi eksposur pada dolar dan memperbesar cadangan emas. China dapat menciptakan lebih banyak ruang manuver terhadap nilai tukar mata uangnya sendiri.
Dalam jangka panjang, strategi ini dapat membantu menstabilkan yuan di pasar global, sekaligus mendukung upaya internasionalisasi mata uang tersebut. Penguatan cadangan non-dolar juga bisa menjadi tameng ekonomi, jika sewaktu-waktu terjadi guncangan akibat embargo atau sanksi finansial.
Bagi investor, akumulasi emas oleh China sering dianggap sebagai sinyal bahwa permintaan logam mulia akan terus terjaga, sekaligus mendukung harga di pasar komoditas global.
Baca Juga : Portofolio Sustainable: BRI Capai Rp796 Triliun Kuartal I 2025
Meski langkah ini memiliki banyak manfaat strategis, tetap ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Harga emas yang terus naik membuat pembelian dalam volume besar menjadi lebih mahal. Risiko koreksi harga di masa depan juga dapat memengaruhi nilai cadangan negara.
Namun, bagi negara sebesar China yang memiliki kapasitas cadangan devisa raksasa, investasi pada emas tetap dianggap sebagai pilihan paling stabil dan netral secara politik terutama dibandingkan dengan aset berbasis mata uang tertentu.
Strategi China ini patut menjadi bahan refleksi bagi Bank Indonesia dan otoritas fiskal nasional. Di tengah meningkatnya ketergantungan dunia terhadap sistem keuangan digital dan ekonomi berbasis dolar, cadangan emas bisa menjadi penyeimbang penting.
Saat ini, cadangan emas Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara besar, bahkan jika dilihat dari persentase terhadap total cadangan devisa. Pertanyaannya, apakah Indonesia juga perlu mengadopsi pendekatan seperti China?
Jawabannya tergantung pada prioritas kebijakan makroekonomi nasional. Jika Indonesia ingin memperkuat stabilitas jangka panjang dan memperkecil eksposur terhadap risiko eksternal, maka peningkatan cadangan emas dapat menjadi salah satu langkah yang layak dipertimbangkan tentu dengan tetap menyesuaikan kapasitas fiskal dan strategi cadangan lainnya.