Immovesting – ETF Bitcoin mengalami penurunan tajam dalam beberapa hari terakhir, bahkan sempat turun di bawah USD 84.000, atau sekitar Rp 1,37 miliar (berdasarkan kurs Rp 16.370 per dolar AS). Dalam 24 jam terakhir, harga Bitcoin tercatat turun lebih dari 5%. Penurunan ini dipicu oleh pengumuman Presiden AS, Donald Trump. Yang menyatakan rencananya untuk mengenakan tarif sebesar 25% terhadap Uni Eropa. Trump mengkritik kebijakan perdagangan UE yang dianggap merugikan Amerika Serikat. Serta menegaskan bahwa tarif tersebut akan segera diterapkan.
Keputusan Trump ini menambah ketidakpastian di pasar global dan mempengaruhi berbagai sektor, termasuk pasar saham AS. Indeks Dow Jones Industrial Average sempat menguat 245 poin, namun akhirnya berbalik arah dan turun 0,4%. S&P 500 juga mengalami penurunan kecil. Meskipun Nasdaq Composite sedikit mencatatkan kenaikan 0,1%.
Bitcoin, yang sebelumnya sempat menembus level USD 85.000 pada awal bulan ini. Kini menguji area support di kisaran USD 75.000 hingga USD 85.000. Alex Thorn, Kepala Riset di Galaxy Digital, menjelaskan bahwa pergerakan Bitcoin di kisaran harga ini sangat terbatas, dengan sedikit transaksi yang terjadi di area tersebut. Menurutnya, pasar mungkin akan mencoba menguji level ini lebih lanjut setelah sebelumnya melonjak tajam pada bulan November.
Baca Juga : Kebijakan Trump Mendorong Pabrikan EV China Relokasi ke Indonesia
Selain Bitcoin, mata uang kripto lainnya seperti Ether (ETH) juga mengalami penurunan yang signifikan, dengan harganya turun ke USD 2.330. BNB dan Solana juga tercatat mengalami penurunan harga di tengah aksi jual besar-besaran di pasar kripto.
Dampak dari kebijakan tarif Trump tidak hanya dirasakan oleh pasar kripto. Tetapi juga menambah kekhawatiran mengenai inflasi di AS. Analis memperkirakan bahwa tarif 25% terhadap barang-barang impor dari Uni Eropa. Serta tarif serupa untuk Kanada dan Meksiko, dapat menyebabkan harga barang-barang di AS meningkat. Laporan dari Kobeissi Letter menyebutkan bahwa tarif ini bisa menambah sekitar USD 3.000 pada harga mobil yang dijual di AS setiap tahunnya. Selain itu, harga bahan makanan juga diperkirakan akan naik. Karena lebih dari 60% produk segar di AS berasal dari Meksiko.
Pasar kripto, khususnya Bitcoin, mengalami tekanan yang sangat besar, bahkan menyebabkan likuidasi lebih dari USD 1,06 miliar (setara dengan Rp 17,3 triliun). Pada 26 Februari 2025, sekitar 230.000 pedagang mengalami likuidasi dalam waktu 24 jam. Yang menunjukkan bahwa banyak investor yang terpaksa menutup posisi mereka. Data dari Coinglass menunjukkan bahwa open interest di pasar turun sekitar 5%, menandakan adanya deleveraging besar-besaran, yaitu penurunan utang atau posisi yang diambil oleh investor. Selain itu, arus masuk ke bursa melonjak 14,2%, yang mencerminkan adanya aksi jual panik dari investor yang berusaha mengamankan dana mereka.
Tingkat pendanaan yang berbalik negatif juga menunjukkan adanya perubahan sentimen yang signifikan di kalangan investor. Banyak trader yang kini menjadi lebih berhati-hati dan mengantisipasi potensi penurunan lebih lanjut akibat rendahnya likuiditas di pasar.
Di sisi lain, ETF Bitcoin yang diperdagangkan di AS juga tercatat mengalami arus keluar dana yang signifikan. Dalam lima hari terakhir, arus keluar dana dari ETF Bitcoin mencapai USD 1,1 miliar, dengan USD 516 juta di antaranya ditarik hanya pada 24 Februari 2025. Hal ini menunjukkan adanya tekanan jual yang kuat terhadap produk investasi ini, yang sejalan dengan penurunan harga Bitcoin dan kekhawatiran investor mengenai ketidakpastian pasar.
Tak hanya Bitcoin, saham-saham perusahaan yang terkait dengan kripto juga turut terpengaruh oleh kondisi pasar yang tidak stabil. Coinbase (COIN), salah satu platform perdagangan kripto terbesar, tercatat turun 6,4%, sementara Robinhood (HOOD) mengalami penurunan lebih tajam sebesar 8%. Saham-saham perusahaan penambangan Bitcoin, seperti Bitdeer (BTDR) dan Marathon Digital (MARA), juga jatuh masing-masing sebesar 29% dan 9%.
Secara keseluruhan, pasar kripto dan saham terkait kripto menghadapi tekanan yang cukup besar, dengan investor harus menghadapi ketidakpastian yang datang dari kebijakan perdagangan AS dan kondisi ekonomi global yang semakin kompleks. Seiring berjalannya waktu, para investor diharapkan dapat mempertimbangkan dengan matang setiap keputusan investasi, mengingat volatilitas pasar yang tinggi dan pergeseran sentimen pasar yang cepat.
Simak Juga : Diet Tanpa Nasi: Manfaat, Risiko, dan Panduan Sehat