Immovesting – Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang meninjau ulang ketentuan mengenai free float saham, yakni porsi saham yang beredar di masyarakat di luar kepemilikan pemegang mayoritas, direksi, dan komisaris. Aturan ini penting karena menentukan tingkat likuiditas suatu emiten dan menjadi indikator bagi investor untuk menilai transparansi pasar modal.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa setiap perubahan aturan harus melalui kajian mendalam. Hal ini agar regulasi yang dihasilkan tidak menimbulkan beban baru bagi perusahaan tercatat, sekaligus tetap memberi ruang bagi investor publik untuk mendapatkan akses yang lebih luas terhadap saham yang diperdagangkan.
BEI berkomitmen mendorong emiten agar menaikkan porsi free float saham. Tidak hanya melalui aturan, langkah pendukung juga dipersiapkan, termasuk peningkatan jumlah IPO berskala besar. Dengan lebih banyak perusahaan menawarkan saham ke publik, kapitalisasi pasar meningkat dan proporsi saham yang bisa diperdagangkan pun semakin besar.
Selain itu, BEI juga aktif memberikan edukasi kepada calon emiten melalui program coaching, diskusi tatap muka, hingga jejaring dengan profesional pasar modal. Harapannya, perusahaan yang baru maupun yang sudah tercatat dapat lebih siap menghadapi kewajiban free float saham jika nantinya aturan penyesuaian diberlakukan.
Baca Juga : Subsidi Bunga KPR 5,5%–10% Diharapkan Percepat Realisasi Program 3 Juta Rumah
Dalam proses revisi aturan, BEI menyoroti beberapa aspek utama. Berikut adalah daftar poin penting yang menjadi bahan pertimbangan:
Langkah-langkah ini menggambarkan bahwa perubahan tidak dilakukan sepihak. BEI berusaha agar aturan baru ini bisa diterima secara adil dan efektif.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong agar batas minimal free float saham bisa dinaikkan lebih tinggi, bahkan hingga 30 persen. Menurut DPR, angka saat ini masih relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN, sehingga likuiditas saham di Indonesia perlu ditingkatkan.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan masukan agar penetapan batas baru tetap realistis. OJK menilai kenaikan ke 10 persen bisa diterapkan, namun harus dibarengi dengan pertimbangan kapitalisasi pasar sehingga tidak membebani emiten berskala kecil dan menengah.
Simak Juga : J&T Express Ajak Masyarakat Waspada Penipuan Lewat 3C
Menaikkan porsi free float saham tentu membawa tantangan. Bagi emiten besar, hal ini bisa berarti melepas sebagian kendali kepada publik. Sementara bagi emiten kecil, kewajiban free float yang lebih tinggi dapat menambah tekanan finansial maupun administratif.
Meski demikian, apabila dijalankan dengan hati-hati, revisi aturan saham ini berpotensi memperkuat likuiditas pasar modal, meningkatkan kepercayaan investor, serta memperluas kesempatan kepemilikan bagi masyarakat. Langkah ini juga sejalan dengan misi jangka panjang BEI untuk menjadikan pasar modal Indonesia lebih transparan dan kompetitif di kawasan regional.
Artikel tentang Free Float Saham ditulis ulang oleh : Sarah Azhari | Editor : Micheal Halim
Sumber Informasi : Liputan6.com